Negara Indonesia merupakan salah satu negara hukum, hal ini tertuang di dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Indonesia negara hukum ini yang mana merupakan cita-cita negara Indonesia yang harus diwujudkan, bukan hanya sekedar tertulis dalam teks, tetapi usaha untuk mewujudkan yang tertera di dalam konstitusi ini menimbulkan masalah yang terbilang kompleks. Masalah yang terbilang kompleks ini menyangkut apa saja? berbicara hukum yang pasti akan meluas perbincangannya, mulai dari masyarakat itu sendiri yang harus patuh pada hukum, para penegak hukum itu sendiri, peraturan itu dibuat, sampai negara ini mampu dapat benar-benar dikatakan sebagai negara hukum. Lalu negara hukum yang seharusnya itu seperti apa? Yang pasti hukum itu memberikan keadilan,kepastian,kemanfaatan maupun kegunaan untuk seluruh masyarakat yang ada di dalamnya. Karena memang ke-3 hal itu masuk dalam tujuan hukum.
Lalu bagaimana dengan kondisi hukum di Indonesia yang hingga saat ini sedang kita rasakan?
Menurut saya, mulai dari masyarakat Indonesia itu sendiri. Kata siapa masyarakat Indonesia itu kebal hukum? Buktinya masyarakat Indonesia ketika lewat kuburan masih mengucapkan “numpang-numpang.” Karena pada dasarnya hukum itu bukan sesuatu yang hanya di bicarakan dalam konteks formal-formalnya saja, tertulis-tertulisnya saja, diakui oleh penguasa/pemerintah saja, tetapi hukum juga membicarakan dan mengatur hal-hal yang di luar dari sekedar aturan formal, yaitu telah diakui dan dipercaya di kalangan masyarakat tertentu. Memang orang Indonesia lebih takut kepada makhluk yang tak kasat mata dan mitos dibanding tidak memakai helm lalu di tilang polisi, maupun di kenakan sanksi kurungan 3 bulan penjara maupun denda.
Dari sisi penegak hukum, ketika mendengar “penegak hukum” pasti yang mana semestinya hukum harus ditegakan dengan sebaik-baiknya, seadil – adilnya, sebenar-benarnya, seidealnya. Pada praktik di lapangan, bagaimana? Saya akan menjawab, penegak hukum itu adalah ujung tombak dari tercapainya tujuan hukum, sehingga terciptanya menjadi negara hukum yang ideal. Kenapa saya katakana ideal? Karena Indonesia negara hukum masih dalam bentuk slogan yang tertera dalam konstitusi, tetapi dalam mencapai tujuan dari hukum tersebut masih darurat. Saya sangat setuju dengan kata-kata “hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah”, yang pasti hal ini terkait dengan permasalahan hukum di Indonesia, yaitu masyarakat kalangan kebawah masih sangat mendambakan sekali yang namanya keadilan, masyarakat masih bertapa untuk keadilan, keadilan masih di jadikan sesuatu barang untuk para segelintir orang yang dapat di perjual -belikan. Ibarat nya, “punya uang/jabatan/prestige, artinya hukum itu bagaikan pisau yang tumpul.”
Sebetulnya titik fokus kita juga tidak melulu soal aturan yang dibuat oleh penguasa yang memang nyatanya masih banyak aturan-aturan yang dibuat oleh penguasa itu cukup terbilang merugikan. Tetapi apa pentingnya aturan dibuat sebaik mungkin, disusun susah payah untuk kemanfaatan bagi rakyat, tetapi jika ujung tombak dari terciptanya kepastian hukum saja, yaitu penegak hukumnya tidak dapat dikatakan sebagai insan yang religius. Semua hal itu aturan sebaik dan sebagus apapun juga tidak ada gunanya sama sekali dan masyarakat juga pun bukan hanya menerima keadilan,kemanfaatan,kepastian, tetapi masyarakat menjadi sengsara atas ketidakpastian aturan itu dengan penegakan yang seharusnya dilakukan. Seperti ini, sebetulnya kalau kita mencari orang cerdas,pintar di Indonesia itu sangat banyak, untuk apa Indonesia memiliki ITB,UI,UGM, serta Perguruan tinggi di Indonesia lainnya, kalau anak-anaknya tidak dijadikan aset untuk kemajuan bangsa ini kedepannya. Tetapi konteksnya dalam memperbaiki kehidupan hukum di Indonesia yang saat ini sedang dirasakan terbilang darurat penegak hukum adalah untuk mencarinya seseorang yang bukan hanya sekedar pintar dan cerdas, tetapi jujur. Contoh dalam seleksi menjadi seorang Hakim pasti sangat berat,sulit karena setiap tahunnya pemerintah melakukan perekrutan dengan menaikan standarisasi yang meningkat setiap tahunnya, hal ini agar kualitas dari penegak hukum bisa berkualitas. Tetapi menurut saya, sangat disayangkan jika adanya seorang hakim yang sangat pintar, cerdas, tergolong hakim yang berkualitas, tetapi tidak bisa menjaga profesionalitas, bahkan kredibilitasnya.Contohnya apa saja? masih banyak terjadi kasus hakim menerima suap/gratifikasi. Bukan hanya hakim saja, penegak hukum di luar hakim masih banyak ditemukan terkait kasus tersebut. Indonesia darurat penegak hukum yang jujur, insan religius. Ini sudah menjadi PR kita bersama dan persoalan bangsa, bukan lagi persoalan pemerintah saja. Kalau sejak dini sudah menanamkan diri untuk menjadi seorang yang profesionalitas,kejujuran menjadi perihal yang utama, maka kepintaran, kecerdasan memang perihal yang penting, tetapi hal tersebut bisa mengikutinya jika kejujuran dan profesionalitas bisa kita laksanakan.
Berlanjut, saya masih berlanjut perihal mengenai peraturan tertulis, cenderung formal masih dalam kondisi yang masih dalam sebatas “slogan.” Pada dasarnya aturan tersebut yang cenderung formal memang masuk dalam nilai instrumental, tetapi ada beberapa peraturan yang nilai praksis itu belum terlaksana. Artinya adalah aturannya ada, tetapi implementasi atau perwujudan dari aturan tersebut belum nyata terlaksana.
Lalu saya ingin mengkritik terkait penegak hukum di Indonesia, untuk penegak hukum khususnya hakim yang akan menjatuhkan vonis hukuman itu dalam artian bukan hanya untuk memberikan efek jera saja, kalau kita membicarakan jera, menurut saya hukum masih dipandang sesuatu yang sempit. Karena tujuan hukum tersebut bukan hanya perihal jera/tidak jera, tetapi dimana hukum itu berlaku untuk semua kalangan, hukum agresif juga terhadap kalangan ke atas, bukan hanya agresif di kalangan bawah saja.
Lalu apa sebetulnya yang harus dibereskan dengan hukum kita? Menurut saya pertanyaan yang sangat mudah, jawabannya adalah dimana hukum itu bisa di tempatkan, dikenakan,berlaku terhadap seluruh lapisan masyarakat yang tidak memandang sesuatu hal, apalagi perihal kelas sosial. Hal ini memang menyangkutnya lagi-lagi dengan penegak hukum kita yang harus segera dibereskan, dan bukan hanya konsentrasi terhadap assessment kecerdasan dengan bentuk ketatnya seleksi masuk menjadi seorang hakim,tetapi lebih bisa menciptakan penegak hukum yang jujur. Serta koreksi untuk para penegak hukum di Indonesia, yang masih banyak ditemukan penegak hukum masih melihat peraturan atupun UU melihatnya hanya sebatas membaca, tanpa meninjau makna aturan tersebut lebih jauh, agar tetap meletakan telinganya di jantung masyarakat.
Tentunya kita tidak mau sekolah sejak TK sampai kuliah tinggi-tinggi memperoleh pelajaran Pancasila, agama sia-sia tidak kita pergunakan di lingkungan masyarakat. Maka dari itu belajar jangan hanya sekedar belajar, sangat di perlunya pemaknaan serta pelaksanaan nilai praksis yang sangat krisis dalam dunia hukum di Indonesia.
Ditulis Oleh : Aryn Atmaranti Handarti